Laman

Penafsiran Puisi

Agar dapat memahami isi puisi diawali dengan menelaah atau melakukan kajian terhadap gaya maupun bentuk puisi yang bersama-sama membentuk suatu keutuhan isi puisi.

Perhatikan jika terdapat hal-hal yang menarik perhatian, misalnya judul serta kekerapan kata. Banyaknya kata yang berulang dapat menggiring pembaca dalam memahami tema. Jika terdapat bait yang mengandung sedikit lirik, biasanya di sanalah tertuang tema puisi. Seperti halnya pada judul yang juga dapat membayangkan tema. Tetapi ingat, judul belum tentu sama dengan tema. Mengetahui tema serta akulirik merupakan langkah pertama yang harus dilakukan dalam upaya memahami puisi.

 


DAFTAR PUSTAKA

  • Anwar, Chairil. (2000). Derai-derai Cemara. Jakarta: Yayasan Indonesia.
  • Atmazaki. (1993). Analisis Sajak: Teori, Metodologi, dan Aplikasi. Bandung: Angkasa.
  • Bachri, Sutardji Calzoum. (1981). O, Amuk, Kapak. Jakarta: Sinar Harapan.
  • Hamzah, Amir. (1977). Buah Rindu. Jakarta: Dian Rakyat.
  • Ismail, Taufik. (1993). Tirani dan Benteng. Jakarta: Yayasan Ananda.
  • Pradopo, Rachmat Djoko. (1990). Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
  • Situmorang, B. P. (1983). Puisi: Teori Apresiasi Bentuk dan Struktur. Ende-Flores: Nusa Indah.
  • Waluyo, Herman J. (1991). Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.

Analisis Unsur-unsur Intrinsik Puisi

Untuk memahami makna sebuah puisi dapat dilakukan dengan menganalisis unsurunsur intrinsiknya, misalnya dengan mengkaji gaya bahasa dan bentuk puisi.

Gaya bahasa yang dipergunakan penyair mencakup (1) Gaya bunyi yang meliputi: asonansi, aliterasi, persajakan, efoni, dan kakofoni. (2) Gaya kata yang membahas tentang pengulangan kata dan diksi. (3) Gaya kalimat yang berisi gaya implisit dan gaya retorika. (4) Larik, dan (5) bahasa kiasan.

Memahami puisi melalui bentuknya dapat dilakukan dengan menelaah tipografi, tanda baca, serta enjambemen. Untuk mempermudah dan memperjelas penganalisisan puisi, di depan setiap larik berilah bernomor urut. Apabila puisi yang hendak dianalisis tersebut memiliki beberapa bait, dapat pula diberi bernomor pada setiap baitnya.



DAFTAR PUSTAKA

  • Anwar, Chairil. (2000). Derai-derai Cemara. Jakarta: Yayasan Indonesia.
  • Atmazaki. (1993). Analisis Sajak: Teori, Metodologi, dan Aplikasi. Bandung: Angkasa.
  • Bachri, Sutardji Calzoum. (1981). O, Amuk, Kapak. Jakarta: Sinar Harapan.
  • Hamzah, Amir. (1977). Buah Rindu. Jakarta: Dian Rakyat.
  • Ismail, Taufik. (1993). Tirani dan Benteng. Jakarta: Yayasan Ananda.
  • Pradopo, Rachmat Djoko. (1990). Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
  • Situmorang, B. P. (1983). Puisi: Teori Apresiasi Bentuk dan Struktur. Ende-Flores: Nusa Indah.
  • Waluyo, Herman J. (1991). Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.

Jenis-jenis Puisi

Berdasarkan waktu kemunculannya puisi dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu puisi lama, puisi baru, dan puisi modern.

Puisi lama

Puisi lama adalah puisi yang lahir sebelum masa penjajahan Belanda, sehingga belum tampak adanya pengaruh dari kebudayaan barat. Sifat masyarakat lama yang statis dan objektif, melahirkan bentuk puisi yang statis pula, yaitu sangat terikat pada aturan tertentu. Puisi lama terdiri dari mantra, bidal, pantun dan karmina, talibun, seloka, gurindam, dan syair.

Puisi Baru

Puisi baru adalah puisi yang muncul pada masa penjajahan Belanda, sehingga pada puisi baru tampak adanya pengaruh dari kebudayaan Eropa. Penetapan jenis puisi baru berdasarkan pada jumlah larik yang terdapat dalam setiap bait. Jenis puisi baru dibagi menjadi distichon, terzina, quatrain, quint, sextet, septima, stanza atau oktaf, serta soneta.

Puisi modern

Puisi modern adalah puisi yang berkembang di Indonesia setelah masa penjajahan Belanda. Berdasarkan cara pengungkapannya, puisi modern dapat dibagi menjadi puisi epik, puisi lirik, dan puisi dramatik.

DAFTAR PUSTAKA

  • Anwar, Chairil. (2000). Derai-derai Cemara. Jakarta: Yayasan Indonesia.
  • Atmazaki. (1993). Analisis Sajak: Teori, Metodologi, dan Aplikasi. Bandung: Angkasa.
  • Bachri, Sutardji Calzoum. (1981). O, Amuk, Kapak. Jakarta: Sinar Harapan.
  • Hamzah, Amir. (1977). Buah Rindu. Jakarta: Dian Rakyat.
  • Ismail, Taufik. (1993). Tirani dan Benteng. Jakarta: Yayasan Ananda.
  • Pradopo, Rachmat Djoko. (1990). Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
  • Situmorang, B. P. (1983). Puisi: Teori Apresiasi Bentuk dan Struktur. Ende-Flores: Nusa Indah.
  • Waluyo, Herman J. (1991). Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.

Pengertian dan Ciri-ciri Puisi

Pengertian Puisi

Puisi ialah perasaan penyair yang diungkapkan dalam pilihan kata yang cermat, serta mengandung rima dan irama.

Ciri-ciri puisi

Ciri-ciri puisi dapat dilihat dari bahasa yang dipergunakan serta dari wujud puisi tersebut. Bahasa puisi mengandung rima, irama, dan kiasan, sedangkan wujud puisi terdiri dari bentuknya yang berbait, letak yang tertata ke bawah, dan tidak mementingkan ejaan. Untuk memahami puisi dapat juga dilakukan dengan membedakannya dari bentuk prosa.

DAFTAR PUSTAKA

  • Anwar, Chairil. (2000). Derai-derai Cemara. Jakarta: Yayasan Indonesia.
  • Atmazaki. (1993). Analisis Sajak: Teori, Metodologi, dan Aplikasi. Bandung: Angkasa.
  • Bachri, Sutardji Calzoum. (1981). O, Amuk, Kapak. Jakarta: Sinar Harapan.
  • Hamzah, Amir. (1977). Buah Rindu. Jakarta: Dian Rakyat.
  • Ismail, Taufik. (1993). Tirani dan Benteng. Jakarta: Yayasan Ananda.
  • Pradopo, Rachmat Djoko. (1990). Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
  • Situmorang, B. P. (1983). Puisi: Teori Apresiasi Bentuk dan Struktur. Ende-Flores: Nusa Indah.
  • Waluyo, Herman J. (1991). Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.

Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Drama

Karya sastra drama memiliki unsur intrinsik serta unsur ekstrinsik yang diperlukan untuk membangun ceritanya. Unsur intrinsik drama terdiri dari tema, plot, tokoh, dialog, karakter, serta latar.


Drama yang merupakan ciptaan kreatif pengarang harus memiliki tema yang kuat, agar tercipta sebuah cerita yang tak lekang oleh waktu. Tanpa adanya konflik, cerita drama akan terasa datar. Konflik terdapat di dalam plot, yang terjadi karena adanya ketegangan antartokoh.


Tokoh drama terbagi menurut peran dan fungsinya dalam lakon. Menurut perannya tokoh terdiri dari tokoh utama, tokoh bawahan, serta tokoh tambahan. Di dalam drama fungsi tokoh sangat penting, yaitu sebagai tokoh protagonis, tokoh antagonis, dan tokoh tritagonis.


Cakapan merupakan ciri utama drama yang mungkin berupa dialog namun dapat pula berbentuk monolog. Selain itu, ada pula karakter dan latar yang saling berhubungan erat. Latar dalam drama sangat mempengaruhi karakter tokoh.





DAFTAR PUSTAKA

  • Atmazaki. (1993). Analisis Sajak: Teori, Metodologi, dan Aplikasi. Bandung: Angkasa.
  • Bachri, Sutardji Calzoum. (1981). O, Amuk, Kapak. Jakarta: Sinar Harapan.
  • Damono, Sapardi Djoko. (1994). Hujan Bulan Juni. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
  • Herfanda, Ahmadun Yosi. (1996). Sembahyang Rumputan. Yogyakarta: Bentang Budaya.
  • Jabbar, Hamid. (1998) . Super Hilang. Jakarta: Balai Pustaka.
  • Laurence, Perrine. (1973). Sound and Sense: An Introduction to Poetry. New York: Harcout Brace Javanovich.
  • Nurgiyantoro, Burhan. (2000). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
  • Rampan, Korrie Layun. (1985). Puisi Indonesia Hari Ini: Sebuah Kritik. Jakarta: Yayasan Arus.
  • Waluyo, Herman J. (1991). Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Yayasan Arus.
  • -----------. (2001). Drama, Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.
  • Wellek, Rene dan Austrin Warren. (1990). Teori Kesusastraan. Melani Budianta (Terj.) Jakarta: Gramedia

Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Prosa

Unsur pembangun prosa terdiri dari struktur dalam atau unsur intrinsik serta struktur luar atau unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik prosa terdiri dari tema dan amanat, alur, tokoh, latar, sudut pandang, serta bahasa yang dipergunakan pengarang untuk mengekspresikan gagasannya.


Tema

Tema prosa fiksi terutama novel dapat terdiri dari tema utama serta beberapa tema bawahan. Pada cerpen yang memiliki pengisahan lebih singkat, biasanya hanya terdapat tema utama.


Alur

Alur merupakan struktur penceritaan yang dapat bergerak maju (alur maju), mundur (alur mundur), atau gabungan dari kedua alur tersebut (alur campuran). Pergerakan alur dijalankan oleh tokoh cerita. Tokoh yang menjadi pusat cerita dinamakan tokoh sentral. Tokoh adalah pelaku di dalam cerita. Berdasarkan peran tokoh dapat dibagi menjadi tokoh utama, tokoh bawahan, dan tokoh tambahan. Tokoh tercipta berkat adanya penokohan, yaitu cara kerja pengarang untuk menampilkan tokoh cerita.

Penokohan dapat dilakukan menggunakan metode (a) analitik, (b) dramatik, dan (c) kontekstual.


Tokoh

Tokoh cerita akan menjadi hidup jika ia memiliki watak seperti layaknya manusia. Watak tokoh terdiri dari sifat, sikap, serta kepribadian tokoh. Cara kerja pengarang memberi watak pada tokoh cerita dinamakan penokohan, yang dapat dilakukan melalui dimensi (a) fisik, (b) psikis, dan (c) sosial.



Latar

Latar berkaitan erat dengan tokoh dan alur. Latar adalah seluruh keterangan mengenai tempat, waktu, serta suasana yang ada dalam cerita. Latar tempat terdiri dari tempat yang dikenal, tempat tidak dikenal, serta tempat yang hanya ada dalam khayalan.

Latar waktu

Latar waktu ada yang menunjukkan waktu dengan jelas, namun ada pula yang tidak dapat
diketahui secara pasti.


Cara kerja pengarang untuk membangun cerita bukan hanya melalui penokohan dan perwatakan, dapat pula melalui sudut pandang. Sudut pandang adalah cara pengarang untuk menetapkan siapa yang akan mengisahkan ceritanya, yang dapat dipilih dari tokoh atau dari narator. Sudut pandang melalui tokoh cerita terdiri dari (a) sudut pandang akuan, (b) sudut pandang diaan, (c) sudut pandang campuran. Dalam menuangkan cerita menggunakan medium bahasa, pengarang bebas menentukan akan menggunakan bahasa nasional, bahasa daerah, dialek, ataupun bahasa asing





DAFTAR PUSTAKA

  • Atmazaki. (1993). Analisis Sajak: Teori, Metodologi, dan Aplikasi. Bandung: Angkasa.
  • Bachri, Sutardji Calzoum. (1981). O, Amuk, Kapak. Jakarta: Sinar Harapan.
  • Damono, Sapardi Djoko. (1994). Hujan Bulan Juni. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
  • Herfanda, Ahmadun Yosi. (1996). Sembahyang Rumputan. Yogyakarta: Bentang Budaya.
  • Jabbar, Hamid. (1998) . Super Hilang. Jakarta: Balai Pustaka.
  • Laurence, Perrine. (1973). Sound and Sense: An Introduction to Poetry. New York: Harcout Brace Javanovich.
  • Nurgiyantoro, Burhan. (2000). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
  • Rampan, Korrie Layun. (1985). Puisi Indonesia Hari Ini: Sebuah Kritik. Jakarta: Yayasan Arus.
  • Waluyo, Herman J. (1991). Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Yayasan Arus.
  • -----------. (2001). Drama, Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.
  • Wellek, Rene dan Austrin Warren. (1990). Teori Kesusastraan. Melani Budianta (Terj.) Jakarta: Gramedia

Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Puisi

Sebuah karya sastra mengandung unsur intrinsik serta unsur ekstrinsik. Keterikatan yang erat antarunsur tersebut dinamakan struktur pembangun karya sastra. Unsur intrinsik ialah unsur yang secara langsung membangun cerita dari dalam karya itu sendiri, sedangkan unsur ekstrinsik ialah unsur yang turut membangun cerita dari luar karya sastra.


Unsur intrinsik Puisi

Unsur intrinsik yang terdapat dalam puisi, prosa, dan drama memiliki perbedaan, sesuai dengan ciri dan hakikat dari ketiga genre tersebut. Namun unsur ekstrinsik pada semua jenis karya sastra memiliki kesamaan.

Unsur intrinsik puisi terdiri dari tema, amanat, sikap atau nada, perasaan, tipografi, enjambemen, akulirik, rima, citraan, dan gaya bahasa.

Unsur ekstrinsik Puisi

Unsur ekstrinsik puisi antara lain: unsur biografi, unsur kesejarahan, serta unsur kemasyarakatan.







DAFTAR PUSTAKA

  • Atmazaki. (1993). Analisis Sajak: Teori, Metodologi, dan Aplikasi. Bandung: Angkasa.
  • Bachri, Sutardji Calzoum. (1981). O, Amuk, Kapak. Jakarta: Sinar Harapan.
  • Damono, Sapardi Djoko. (1994). Hujan Bulan Juni. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
  • Herfanda, Ahmadun Yosi. (1996). Sembahyang Rumputan. Yogyakarta: Bentang Budaya.
  • Jabbar, Hamid. (1998) . Super Hilang. Jakarta: Balai Pustaka.
  • Laurence, Perrine. (1973). Sound and Sense: An Introduction to Poetry. New York: Harcout Brace Javanovich.
  • Nurgiyantoro, Burhan. (2000). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
  • Rampan, Korrie Layun. (1985). Puisi Indonesia Hari Ini: Sebuah Kritik. Jakarta: Yayasan Arus.
  • Waluyo, Herman J. (1991). Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Yayasan Arus.
  • -----------. (2001). Drama, Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.
  • Wellek, Rene dan Austrin Warren. (1990). Teori Kesusastraan. Melani Budianta (Terj.) Jakarta: Gramedia

Sastra Non-imajinatif

Sastra non-imajinatif memiliki beberapa ciri yang mudah membedakannya dengan sastra imajinatif. Setidaknya terdapat dua ciri yang berkenaan dengan sastra tersebut.

Pertama, dalam karya sastra tersebut unsur faktualnya lebih menonjol dari pada khayalinya. Kedua, bahasa yang digunakan cenderung denotatif dan kalaupun muncul konotatif, kekonotatifan tersebut amat bergantung pada gaya penulisan yang dimiliki pengarang. Persamaannya, baik sastra imajinatif maupun non-imajinatif, keduanya sama-sama memenuhi estetika seni (unity = keutuhan, balance = keseimbangan,harmony = keselarasan, dan right emphasis = pusat penekanan suatu unsur).

Sastra non-imajinatif itu sendiri merupakan sastra yang lebih menonjolkan unsur kefaktualan daripada daya khayalnya dan ditopang dengan penggunaan bahasa yang cenderung denotatif. Dalam praktiknya jenis sastra non-imajinatif ini terdiri atas karya-karya yang berbentuk esai, kritik, biografi, autobiografi, memoar, catatan harian, dan surat-surat.




DAFTAR PUSTAKA
  • Depdiknas. (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
  • Depdiknas. (2000). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
  • Hartoko, Dick. (1986). Pengantar Ilmu Sastra. (Terjemahan). Jakarta: Gramedia.
  • Rosidi, Ajip. (1977). Laut Biru Langit Biru. Jakarta: Pustaka.
  • Sumarjo, Jakob dan Saini, K. M. (1991). Apresiasi Kesustraan. Jakarta: Gramedia.
  • Tarigan, Henri Guntur. (1986). Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
  • Teeuw, A. (1987). Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
  • Wellek, Rene dan Austin Warren. (1989). Dasar-dasar Teori Sastra. Jakarta: Gramedia.

Sastra Imajinatif

Sastra imajinatif adalah sastra yang berupaya untuk menerangkan, menjelaskan, memahami, membuka pandangan baru, dan memberikan makna realitas kehidupan agar manusia lebih mengerti dan bersikap yang semestinya terhadap realitas kehidupan. Dengan kata lain, sastra imajinatif berupaya menyempurnakan realitas kehidupan walaupun sebenarnya fakta atau realitas kehidupan sehari-hari tidak begitu penting dalam sastra imajinatif.

Jenis-jenis tersebut antara lain puisi, fiksi atau prosa naratif, dan drama. Puisi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yakni puisi epik, puisi lirik, dan puisi dramatik. Fiksi atau prosa naratif terbagi atas tiga genre, yakni novel atau roman, cerita pendek (cerpen), dan novelet (novel “pendek”). Drama adalah karya sastra yang mengungkapkan cerita melalui dialog-dialog para tokohnya.

Pada akhirnya, semua pembahasan mengenai sastra imajinatif ini harus bermuara pada bagaimana cara memahami ketiga jenis sastra imajinatif tersebut secara

komprehensif. Tanpa adanya pemahaman ini, apa yang dipelajari dalam hakikat dan jenis sastra imajinatif ini hanya sekadar hiasan ilmu yang akan cepat pudar.





DAFTAR PUSTAKA
  • Depdiknas. (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
  • Depdiknas. (2000). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
  • Hartoko, Dick. (1986). Pengantar Ilmu Sastra. (Terjemahan). Jakarta: Gramedia.
  • Rosidi, Ajip. (1977). Laut Biru Langit Biru. Jakarta: Pustaka.
  • Sumarjo, Jakob dan Saini, K. M. (1991). Apresiasi Kesustraan. Jakarta: Gramedia.
  • Tarigan, Henri Guntur. (1986). Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
  • Teeuw, A. (1987). Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
  • Wellek, Rene dan Austin Warren. (1989). Dasar-dasar Teori Sastra. Jakarta: Gramedia.

Pengertian Hakikat Sastra

Pengertian tentang sastra sangat beragam. Berbagai kalangan mendefinisikan pengertian tersebut menurut versi pemahaman mereka masing-masing. Menurut A. Teeuw, sastra dideskripsikan sebagai segala sesuatu yang tertulis; pemakaian bahasa dalam bentuk tulis.

Sementara itu, Jacob Sumardjo dan Saini K.M. mendefnisikan sastra dengan 5 buah pengertian, dan dari ke-5 pengertian tersebut dibatasi menjadi sebuah definisi. Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, semangat, dan keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.

Secara lebih rinci lagi, Faruk mengemukakan bahwa pada mulanya pengertian sastra amat luas, yakni mencakup segala macam hasil aktivitas bahasa atau tulis-menulis. Seiring dengan meluasnya kebiasaan membaca dan menulis, pengertian tersebut menyempit dan didefinisikan sebagai segala hasil aktivitas bahasa yang bersifat imajinatif, baik dalam kehidupan yang tergambar di dalamnya, maupun dalam hal bahasa yang digunakan untuk menggambarkan kehidupan itu.

Untuk mempelajari sastra lebih dalam lagi, setidaknya terdapat 5 karakteristik sastra yang mesti dipahami. Pertama, pemahaman bahwa sastra memiliki tafsiran mimesis. Artinya, sastra yang diciptakan harus mencerminkan kenyataan. Kalau pun belum, karya sastra yang diciptakan dituntut untuk mendekati kenyataan. Kedua, manfaat sastra. Mempelajari sastra mau tidak mau harus mengetahui apa manfaat sastra bagi para penikmatnya. Dengan mengetahui manfaat yang ada, paling tidak kita mampu memberikan kesan bahwa sastra yang diciptakan berguna untuk kemaslahatan manusia. Ketiga, dalam sastra harus disepakati adanya unsur fiksionalitas. Unsur fiksionalitas sendiri merupakan cerminan kenyataan, merupakan unsur realitas yang tidak 'terkesan' dibuat-buat. Keempat, pemahaman bahwa karya sastra merupakan sebuah karya seni. Dengan adanya karakteristik sebagai karya seni ini, pada akhirnya kita dapat membedakan mana karya yang termasuk sastra dan bukan sastra. Kelima, setelah empat karakteristik ini kita pahami, pada akhirnya harus bermuara pada kenyataan bahwa sastra merupakan bagian dari masyarakat. Hal ini mengindikasikan bahwa sastra yang ditulis pada kurun waktu tertentu memiliki tanda-tanda, yang kurang lebih sama, dengan norma, adat, atau kebiasaan yang muncul berbarengan dengan hadirnya sebuah karya sastra.

Teks dan Konteks

Teks adalah ungkapan bahasa yang menurut isi, sintaksis, dan pragmatik merupakan sebuah kesatuan, sedangkan konteks adalah fungsi yang diacu oleh teks. Baik teks maupun konteks, keduanya senantiasa hadir secara bersama dan tidak dapat dipisahkan.

Terdapat enam faktor yang menentukan sebuah teks. Faktor tersebut selanjutnya disebut sebagai faktor-faktor yang berperan dalam tindak komunikasi. 

Keenam factor tersebut adalah: (1) pemancar, (2) penerima, (3) pesan (teks itu sendiri), (4) kenyataan atau konteks yang diacu, (5) kode, dan (6) saluran. Sementara itu, terdapat empat jenis teks, yakni: (1) teks acuan, (2) teks ekspresif, (3) teks persuasif, dan (4) teks-teks mengenai teks. Teks acuan dibedakan lagi menjadi tiga, yakni: (1) teks informatif, (2) teks diakursif, dan (3) teks instruktif. Pada akhirnya, semua pembahasan mengenai teks harus bermuara pada bagaimana cara menilai teks-teks sastra. Memang, ilmu sastra tidak memberikan penilaian pada teks, tidak menghakimi baik-buruknya teks, tetapi ia bersama para ahli estetika dan juga kritikus sastra, mempelajari fakta dan relasi-relasi atau instrumen-instrumen yang diungkapkan dalam sebuah penilaian.





DAFTAR PUSTAKA

  • Alha Pangeran. (1998). BMP Pendidikan Pancasila. Jakarta: Penerbit Karunika.
  • (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
  • (2000). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
  • Hartoko, Dick. (1986). Pengantar Ilmu Sastra (Terjemahan). Jakarta: Gramedia.
  • Semi, M. Atar. (1988). Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya.
  • Sumardjo, Jakob dan Saini, K.M. (1991). Apresiasi Kesusatraan. Jakarta: Gramedia.
  • Tarigan, Henry Guntur. (1986). Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
  • Teeuw, A. (1987). Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
  • Tohari, Ahmad. (1991). Ronggeng Dukuh Paruk. Jakarta: Gramedia.
  • -----------------(1994). Bekibar Merah. Jakarta: Gramedia.
  • ------------------(1992). Senyum Karyamin (Kumpulan Cerpen). Jakarta: Gramedia.
  • Wellek, Rene dan Austin Warren. (1989). Dasar-dasar Teori Sastra. Jakarta.

Hubungan Teori, Kritik dan Sejarah Sastra

Pada hakikatnya, teori sastra membahas secara rinci aspek-aspek yang terdapat di dalam karya sastra, baik konvensi bahasa yang meliputi makna, gaya, struktur, pilihan kata, maupun konvensi sastra yang meliputi tema, tokoh, penokohan, alur, latar, dan lainnya yang membangun keutuhan sebuah karya sastra. Di sisi lain, kritik sastra merupakan ilmu sastra yang mengkaji, menelaah, mengulas, memberi pertimbangan, serta memberikan penilaian tentang keunggulan dan kelemahan atau kekurangan karya sastra. Sasaran kerja kritikus sastra adalah penulis karya sastra dan sekaligus pembaca karya sastra. Untuk memberikan pertimbangan atas karya sastra kritikus sastra bekerja sesuai dengan konvensi bahasa dan konvensi sastra yang melingkupi karya sastra. 

Demikian juga terjadi hubungan antara teori sastra dengan sejarah sastra. Sejarah sastra adalah bagian dari ilmu sastra yang mempelajari perkembangan sastra dari waktu ke waktu, periode ke periode sebagai bagian dari pemahaman terhadap budaya bangsa. 

Perkembangan sejarah sastra suatu bangsa, suatu daerah, suatu kebudayaan, diperoleh dari penelitian karya sastra yang dihasilkan para peneliti sastra yang menunjukkan terjadinya perbedaan-perbedaan atau persamaan-persamaan karya sastra pada periode-periode tertentu. Secara keseluruhan dalam pengkajian karya sastra, antara teori sastra, sejarah sastra dan kritik sastra terjalin keterkaitan.



Rujukan Memahami teori sastra, artikel terkait sebagai berikut :
Teori sastra
Kritik sastra
Sejarah sastra
Hubungan Teori, Kritik dan Sejarah Sastra



DAFTAR PUSTAKA
  • Arya, Putu. (1983). Apresiasi Puisi dan Prosa. Ende Flores: Nusa Indah.
  • Effendi. S. (1982). Bimbingan Apresiasi Puisi. Jakarta: Tangga Mustika Alam.
  • Fananie, Zainuddin. (1982). Telaah Sastra. Surakarta: Muhamadiyah University Press.
  • Luxemburg, et.al. (1982). Pengantar Ilmu Sastra. Terjemahan Dick Hartoko. Jakarta:Gramedia.
  • Mido, Frans. (1982). Cerita Rekaan dan Seluk Beluknya. Ende, Flores: Nusa Indah1994.
  • Semi Atar M. (1992). Anatomi Sastra. Bandung: Rosda Karya.
  • Sudjiman, Panuti. (1992). Memahami Cerita Rekaan. Bandung: Remaja Rosda Karya.
  • Suyitno. Sastra. (1986). Tata Nilai dan Eksegesis. Yogyakarta: Hanindita.
  • Tarigan Guntur H. (1986). Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
  • Tjahjono Libertus, T. (1986). Sastra Indonesia: Pengantar Teori dan Apresiasi. Ende,Flores: Nusa Indah.
  • Waluyo, Herman. (1986). Pengkajian Prosa Fiksi. Surakarta: UNS.
  • Wellek & Warren A. (1986). Teori Kesusastraan (Diindonesiakan Melami Budianta).

Sejarah sastra

Sejarah sastra bagian dari ilmu sastra yang mempelajari perkembangan sastra dari waktu ke waktu. Di dalamnya dipelajari ciri-ciri karya sastra pada masa tertentu, para sastrawan yang mengisi arena sastra, puncak-puncak karya sastra yang menghiasi dunia sastra, serta peristiwa peristiwa yang terjadi di seputar masalah sastra. Sebagai suatu kegiatan keilmuan sastra, seorang sejarawan sastra harus mendokumentasikan karya sastra berdasarkan ciri, klasifikasi, gaya, gejala-gejala yang ada, pengaruh yang melatarbelakanginya, karakteristik isi dan tematik.




Rujukan Memahami teori sastra, artikel terkait sebagai berikut :
Teori sastra
Kritik sastra
Sejarah sastra
Hubungan Teori, Kritik dan Sejarah Sastra



DAFTAR PUSTAKA
  • Arya, Putu. (1983). Apresiasi Puisi dan Prosa. Ende Flores: Nusa Indah.
  • Effendi. S. (1982). Bimbingan Apresiasi Puisi. Jakarta: Tangga Mustika Alam.
  • Fananie, Zainuddin. (1982). Telaah Sastra. Surakarta: Muhamadiyah University Press.
  • Luxemburg, et.al. (1982). Pengantar Ilmu Sastra. Terjemahan Dick Hartoko. Jakarta:Gramedia.
  • Mido, Frans. (1982). Cerita Rekaan dan Seluk Beluknya. Ende, Flores: Nusa Indah1994.
  • Semi Atar M. (1992). Anatomi Sastra. Bandung: Rosda Karya.
  • Sudjiman, Panuti. (1992). Memahami Cerita Rekaan. Bandung: Remaja Rosda Karya.
  • Suyitno. Sastra. (1986). Tata Nilai dan Eksegesis. Yogyakarta: Hanindita.
  • Tarigan Guntur H. (1986). Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
  • Tjahjono Libertus, T. (1986). Sastra Indonesia: Pengantar Teori dan Apresiasi. Ende,Flores: Nusa Indah.
  • Waluyo, Herman. (1986). Pengkajian Prosa Fiksi. Surakarta: UNS.
  • Wellek & Warren A. (1986). Teori Kesusastraan (Diindonesiakan Melami Budianta).

Kritik sastra

Kritik sastra juga bagian dari ilmu sastra. Istilah lain yang digunakan para pengkaji sastra ialah telaah sastra, kajian sastra, analisis sastra, dan penelitian sastra. Untuk membuat suatu kritik yang baik, diperlukan kemampuan mengapresiasi sastra, pengalaman yang banyak dalam menelaah, menganalisis, mengulas karya sastra, penguasaan, dan pengalaman yang cukup dalam kehidupan yang bersifat nonliterer, serta tentunya penguasaan tentang teori sastra.



Rujukan Memahami teori sastra, artikel terkait sebagai berikut :
Teori sastra
Kritik sastra
Sejarah sastra
Hubungan Teori, Kritik dan Sejarah Sastra



DAFTAR PUSTAKA
  • Arya, Putu. (1983). Apresiasi Puisi dan Prosa. Ende Flores: Nusa Indah.
  • Effendi. S. (1982). Bimbingan Apresiasi Puisi. Jakarta: Tangga Mustika Alam.
  • Fananie, Zainuddin. (1982). Telaah Sastra. Surakarta: Muhamadiyah University Press.
  • Luxemburg, et.al. (1982). Pengantar Ilmu Sastra. Terjemahan Dick Hartoko. Jakarta:Gramedia.
  • Mido, Frans. (1982). Cerita Rekaan dan Seluk Beluknya. Ende, Flores: Nusa Indah1994.
  • Semi Atar M. (1992). Anatomi Sastra. Bandung: Rosda Karya.
  • Sudjiman, Panuti. (1992). Memahami Cerita Rekaan. Bandung: Remaja Rosda Karya.
  • Suyitno. Sastra. (1986). Tata Nilai dan Eksegesis. Yogyakarta: Hanindita.
  • Tarigan Guntur H. (1986). Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
  • Tjahjono Libertus, T. (1986). Sastra Indonesia: Pengantar Teori dan Apresiasi. Ende,Flores: Nusa Indah.
  • Waluyo, Herman. (1986). Pengkajian Prosa Fiksi. Surakarta: UNS.
  • Wellek & Warren A. (1986). Teori Kesusastraan (Diindonesiakan Melami Budianta).

Teori sastra

Teori sastra ialah cabang ilmu sastra yang mempelajari tentang prinsip-prinsip, hukum, kategori, kriteria karya sastra yang membedakannya dengan yang bukan sastra. Secara umum yang dimaksud dengan teori adalah suatu sistem ilmiah atau pengetahuan sistematik yang menerapkan pola pengaturan hubungan antara gejalagejala yang diamati. Teori berisi konsep/ uraian tentang hukum-hukum umum suatu objek ilmu pengetahuan dari suatu titik pandang tertentu. Suatu teori dapat dideduksi secara logis dan dicek kebenarannya (diverifikasi) atau dibantah kesahihannya pada objek atau gejala-gejala yang diamati tersebut.




Rujukan Memahami teori sastra, artikel terkait sebagai berikut :
Teori sastra
Kritik sastra
Sejarah sastra
Hubungan Teori, Kritik dan Sejarah Sastra



DAFTAR PUSTAKA
  • Arya, Putu. (1983). Apresiasi Puisi dan Prosa. Ende Flores: Nusa Indah.
  • Effendi. S. (1982). Bimbingan Apresiasi Puisi. Jakarta: Tangga Mustika Alam.
  • Fananie, Zainuddin. (1982). Telaah Sastra. Surakarta: Muhamadiyah University Press.
  • Luxemburg, et.al. (1982). Pengantar Ilmu Sastra. Terjemahan Dick Hartoko. Jakarta:Gramedia.
  • Mido, Frans. (1982). Cerita Rekaan dan Seluk Beluknya. Ende, Flores: Nusa Indah1994.
  • Semi Atar M. (1992). Anatomi Sastra. Bandung: Rosda Karya.
  • Sudjiman, Panuti. (1992). Memahami Cerita Rekaan. Bandung: Remaja Rosda Karya.
  • Suyitno. Sastra. (1986). Tata Nilai dan Eksegesis. Yogyakarta: Hanindita.
  • Tarigan Guntur H. (1986). Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
  • Tjahjono Libertus, T. (1986). Sastra Indonesia: Pengantar Teori dan Apresiasi. Ende,Flores: Nusa Indah.
  • Waluyo, Herman. (1986). Pengkajian Prosa Fiksi. Surakarta: UNS.
  • Wellek & Warren A. (1986). Teori Kesusastraan (Diindonesiakan Melami Budianta).

Ruang Lingkup Ilmu Sastra

Ilmu sastra sudah merupakan ilmu yang cukup tua usianya. Ilmu ini sudah berawal pada abad ke-3 SM, yaitu pada saat Aristoteles (384-322 SM) menulis bukunya yang berjudul Poetica yang memuat tentang teori drama tragedi. 

Istilah poetica sebagai teori ilmu sastra, lambat laun digunakan dengan beberapa istilah lain oleh para teoretikus sastra seperti The Study of Literatur, oleh W.H. Hudson, Theory of Literature ReneWellek dan Austin Warren, Literary Scholarship Andre Lafavere, serta Literary Knowledge (ilmu sastra) oleh A. Teeuw. 

Ilmu sastra meliputi ilmu teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra. Ketiga disiplin ilmu tersebut saling terkait dalam pengkajian karya sastra. Dalam perkembangan ilmu sastra, pernah timbul teori yang memisahkan antara ketiga disiplin ilmu tersebut. Khususnya bagi sejarah sastra dikatakan bahwa pengkajian sejarah sastra bersifat objektif sedangkan kritik sastra bersifat subjektif. Di samping itu, pengkajian sejarah sastra menggunakan pendekatan kesewaktuan, sejarah sastra hanya dapat didekati dengan penilaian atau kriteria yang ada pada zaman itu. Bahkan dikatakan tidak terdapat kesinambungan karya sastra suatu periode dengan periode berikutnya karena dia mewakili masa tertentu. Walaupun teori ini mendapat kritikan yang cukup kuat dari teoretikus sejarah sastra, namun pendekatan ini sempat berkembang dari Jerman ke Inggris dan Amerika. Namun demikian, dalam praktiknya, pada waktu seseorang




Rujukan Memahami teori sastra, artikel terkait sebagai berikut :
Teori sastra
Kritik sastra
Sejarah sastra
Hubungan Teori, Kritik dan Sejarah Sastra



DAFTAR PUSTAKA
  • Arya, Putu. (1983). Apresiasi Puisi dan Prosa. Ende Flores: Nusa Indah.
  • Effendi. S. (1982). Bimbingan Apresiasi Puisi. Jakarta: Tangga Mustika Alam.
  • Fananie, Zainuddin. (1982). Telaah Sastra. Surakarta: Muhamadiyah University Press.
  • Luxemburg, et.al. (1982). Pengantar Ilmu Sastra. Terjemahan Dick Hartoko. Jakarta:Gramedia.
  • Mido, Frans. (1982). Cerita Rekaan dan Seluk Beluknya. Ende, Flores: Nusa Indah1994.
  • Semi Atar M. (1992). Anatomi Sastra. Bandung: Rosda Karya.
  • Sudjiman, Panuti. (1992). Memahami Cerita Rekaan. Bandung: Remaja Rosda Karya.
  • Suyitno. Sastra. (1986). Tata Nilai dan Eksegesis. Yogyakarta: Hanindita.
  • Tarigan Guntur H. (1986). Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
  • Tjahjono Libertus, T. (1986). Sastra Indonesia: Pengantar Teori dan Apresiasi. Ende,Flores: Nusa Indah.
  • Waluyo, Herman. (1986). Pengkajian Prosa Fiksi. Surakarta: UNS.
  • Wellek & Warren A. (1986). Teori Kesusastraan (Diindonesiakan Melami Budianta).